Tidak Boleh Plagiasi, Say!
Saya tidak tahan untuk menuliskan tentang kasus plagiarisme yang muncul di media sosial. Tanpa harus saya sebutkan nama dan kasusnya, saya rasa sudah jelas karena akan bermuara ke sosok remaja itu.
Plagiarisme selalu menjadi bahasan yang panas di kompasiana. Tercatat setiap kali ada kasus plagiarisme, bahasan yang lain seolah menjadi tidak penting. Yah, saya menemukan kasus plagiarisme ini sebagai sesuatu yang sangat penting untuk dibahas karena berhubungan dengan mental anak bangsa yang seharusnya malu untuk melakukan kegiatan plagiat terhadap karya orang lain.
Selain itu, para penulis di kompasiana rerata pernah mengalami dimana tulisannya diambil begitu saja oleh orang lain tanpa ijin alias dicolong, alias dicuri, yang sama dengan diplagiat oleh penulis lainnya. Pencuri konten! Itu sangat memalukan dan penting untuk dibahas di kompasiana. Tal sedikit yang menuliskan betapa pentingnya kita menghargai karya orang lain, jika tidak bisa ijin secara langsung, minimal mencantumkan sumber tulisan.
Tulisan di blog, baik di blog sendiri atau blog keroyokan semacam kompasiana, atau di media sosial seperti facebook, menjadi incaran empuk para plagiator-plagiator yang tidak mau berpikir dan bersusah payah membaca, mencari referensi, mengkaji kemudian menuliskannya.
Tercatat saya pernah menuliskan tentang cerita plagiator ini sejak tahun 2010. Misalnya Indikasi Plagiasi yang muncul karena begitu banyak orang yang mengambil tulisan dari kompasiana kemudian dipublish diblog sendiri. Saat itu saya menulis sebagai berikut:
"Kompasiana yang memproklamirkan sebagai rumah sehat menulis ternyata tidak lepas dari plagiasi. Ada beberapa postingan yang terindikasi hasil plagiasi dari blog atau email atau situs web lain yang di copy paste begitu saja ke kompasiana. Tinggal copy paste lalu posting di kompasiana, maka karya plagiasi akan menjadi sebuah karya yang (seolah) karya dirinya.
Benarkah muara selanjutnya adalah kompasiana? Saya menemukan fakta lain. Justru kompasiana menjadi sumber plagiasi untuk blog atau situs web lainnya. Ini saya temukan ketika banyak tulisan saya yang tiba-tiba mampir di beberapa blog dan situs web di Indonesia. Beberapa masih mencantumkan sumber dan penulisnya tetapi beberapa juga jelas-jelas meng-copy paste tanpa menuliskan sumber dan penulisnya."
Kala itu, Kompasiana menjadi benar-benar tempat yang sehat tapi terkontaminasi oleh virus-virus menyebalkan yang merambah ke setiap blogger yang mau enak sendiri. Lalu, kondisi tersebut tidak berhenti sampai tahun-tahun selanjutnya.
Ah, bahkan saya ingat pernah menuliskan sebuah saran buat para plagiat untuk Belajar, Dong! Karena kesal dan begitu muaknya dengan plagiator. Saya kutip beberapa bagiannya, "Tak kurang dari kasus di salah satu universitas ternama di Kota Bandung pernah menjadi korban plagiasi ini dan menjadi topik hangat di kompasiana. Kenapa tidak belajar dari kasus terdahulu, bahwa sekali melakukan plagiasi akan menjadi kebiasan karena merasa tidak ketahuan. Tetapi jangan salah, sepandai-pandainya plagiator menyembunyikan diri baunya pasti ketahuan. Sepandai-pandainya plagiator berkelit, pasti ketahuan. Kenapa tidak belajar bahwa kata Om Syam, "Plagiator itu menggali kubur sendiri, tidak harus ditembakpun mati sendiri".
Sebuah Maaf dan Rasa Kasihan
Apakah kebencian ini menyeruak ke permukaan ketika muncul kembali kasus plagiarisme? Apakah tidak ada rasa kasihan untuk seorang anak muda yang sedang belajar menulis? Apakah tidak punya sedikit saja empati untuk seorang yang terdesak karena diperlakukan seperti pencuri? Saya katakan tidak! saya masih tetap punya rasa kasihan dan sayang pada mereka.
Bukan masalah orangnya, bukan masalah Afi (upss) saya menuliskan ini tapi masalah mental anak bangsa yang harus menjadi perhatian semua. Kebiasan mencuri tulisan orang lain bukanlah sebuah hal yang harus dimaklumi. Maklum karena masih belajar, maklum karena masih muda dan kecil, maklum ini, maklum itu. Justru karena sedang belajar maka kita harus ajarkan yang benar. Ajarkan tentang menulis yang jujur, baik, membaca dengan benar, mengkaji dengan tepat, dan menulis dengan terus berlatih dan terus berlatih.
Saya katakan sekali lagi, saya juga memiliki hati untuk memberi statement, Kasihan Plagiator! Kasihan plagiator tapi saya sangat tidak suka kegiatan plagiasi, mengasihani asal mereka (plagiator) sadar dan tobat untuk tidak mengulangi lagi. Mengakui bahwa plagiasi adalah pencurian karya, pembohongan publik dan bentuk kejahatan intelektual. Sudahlah hentikan semua kegiatan plagiasi itu, jika memang gentle bikin sendiri saja tulisan. Sedikit saja tulisan hasil karya sendiri lebih baik daripada banyak tulisan tapi hasil plagiasi. Ingat bahwa segala jenis plagiasi pasti akan ketahuan.
Nah, seperti yang sudah saya tuliskan jauh-jauh hari. "Entah yang ke berapa kali catatan ini saya buat untuk mengingatkan diri saya secara pribadi dan juga para kompasianer lainnya bahwa kegiatan plagiasi itu tidak baik bagi kesehatan. Salam Damai Kompasiana. Salam Anti Plagiasi juga!
Akupun suka gemes ama orang2 yg bisanya plagiat ini mas. Usaha dikit utk bikin karya sendiri susah banget kayaknya yaaa.. Kok ya bisa mikir kalo krya nya yg meniru plek plek tulisan org lain ga bakal ketahuan. Selain suka nyuri karya orang, rada bodoh juga berarti :p.. Anak2 ku slalu aku tekanin, lbh bgs bangga dengan tulisan kita yg ga terlalu bagus, tp setidaknya bukan hasil menjiplak org lain
BalasHapus