Maknai atau Terjebak Rutinitas!
Meaning is man-created. And because you constantly look for meaning, you start to feel meaninglessness ~Osho
Salah satu pembeda manusia dengan mahluk lainnya adalah memaknai. Manusia diberi karunia untuk memaknai setiap hal yang dikerjakannya di dunia ini. Rutinitas boleh saja membunuh mereka yang tidak mampu memaknai. Namun lihat lebih dalam, rutinitas enggak akan berlaku mati bagi mereka yang mampu memaknai. Mereka yang kreatif akan mampu melihat sedikit saja celah untuk keluar dari rutinitas salah satunya dengan menyelipkan makna.
Bersyukur saya pernah tenggelam dalam rutinitas di sebuah kota besar. Saya belajar dari keseharian yang dialami. Pagi yang terasa padat berangkat kerja berdesak-desakan di dalam Transjakarta. Sampai di Kantor buka laptop, cek email, cek agenda, kerjakan satu persatu. Lihat deadline satu persatu. Menanggapi jika ada complain dari costumer. Bikin acara meeting. Sore hari baru berasa plong. Udara terasa lebih segar. Rekan-rekan kerja wajahnya mulai bercahaya. Candaan ringan ini itu keluar satu persatu. Kopi dan (sebagian rokok) di tempat nongkrong di atas gedung atau bagian logistik. Lalu pulang malam kembali berdesak-desakan. Malam adalah pilihan terbaik karena sore hari risiko berdesak-desak lebih besar dibandingkan malam.
Demikian seterusnya setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, dan setiap tahun. Pergantian tahun yang paling ditunggu adalah rekreasi, outing, raker di luar. Sisanya bersiap-siap saja dalam rutinitas.
Kegiatan Bermakna
Saya tidak menemukan makna yang mendalam dari rutinitas kerja di atas. Nyaris hanya menghabiskan waktu, melewati menit demi menit sambil berharap cepat menuju jam pulang. Tanpa merasakan adanya makna dan sesuatu yang tumbuh dalam diri saya, kosong tanpa rasa. Suasana di luar rasanya panas. Senggol dikit bisa marah padahal tidak perlu-perlu amat buat marah.
Saya tidak menikmati keseharian demikian. Namun, selang beberapa tahun setelah saya resign dari perusahaan tersebut dan memilih berkarier di bidang lain. Bukan berkarier, saya lebih suka menyebutnya sebagai berkarya. Saya menemukan keasyikan berkarya justru di bidang yang tidak saya bayangkan sebelumnya.
Ketika di tempat berkarya baru itu saya menemukan satu jawaban penting yang tidak saya dapatkan sebelumnya yaitu makna. Lembaga di mana saya berada pada waktu itu tidak mampu meneruskan nilai-nilai dan makna buat pekerjanya. Atau mungkin saja saya belum berhasil memaknainya. Jika itu berhasil, hari ini mungkin saya masih tertahan.
Pencarian Makna di Sekolah
Di sekolah yang kegiatannya gitu-gitu saja sebenarnya rentan dengan kehilangan sumber daya manusia. Terkecuali di sekolah negeri yang guru atau karyawannya sudah diberi jaminan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di sekolah swasta, saya memahami banyak kekurangan guru karena selalu datang dan pergi.
Mari kita kerucutkan lagi lebih sempit ke dalam ruang-ruang kelas. Jika siswa tidak dibawa dalam kegiatan refleksi, olah hati, olah raga, dan hanya mengandalkan oleh pikir saja maka biasanya siswa stres dan mungkin gurunya juga bisa stres. Mereka tidak seimbang karena hanya mengandalkan sisi kognitif saja. Jenuh di kelas, depresi karena tuntutan persaingan, dan efek negatif lainnya akan muncul baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Alangkah baiknya jika guru atau fasilitator pembelajaran lainnya memberikan makna-makna pada kegiatan yang dilakukan serta mendorong siswa untuk menemukan maknanya pada apapun yang dilakukan selama bergiat di sekolah. Semua pihak aktif dalam memaknai. Guru dan siswa berperan aktif menjadikan setiap hari-harinya bermakna bukan sekadar gugur kewajiban saja.
Kegiatan Bermakna di Playgroup Waldorf
Satu kali ketika Workshop Pendidikan Waldorf di Ecocamp, Kenny Dewi, pegiat pendidikan waldorf menyampaikan. "Tidak ada instruksi di TK Waldorf. Guru-guru hanya melakukan kegiatan bermakna setiap hari. Kesehariannya harus benar-benar dilakukan sepenuh hati, sadar, penuh cinta."
Di Sekolah Waldorf, kegiatan bermakna memang dimulai dari gurunya. Semua hal yang menginspirasi berawal dari kegiatan bermakna seorang guru baik di kelas maupun di luar kelas. Guru harus mampu memberi makna yang baik pada setiap hal yang dilakukannya agar siswa belajar dari makna yang dibawa oleh gurunya tanpa harus diajarkan.
Terlebih di Sekolah Waldorf jenjang 0-7 tahun yaitu Playgroup atau Taman Kanak-Kanak, guru melakukan kegiatan bermakna sangat besar dalam proses pendidikan anak. Menyapu halaman, membereskan ruangan, memasak, merajut, membuat boneka, mengayam, kegiatan perkayuan, dan masih banyak lagi kegiatan bermakna. Makna kegiatan ada dibalik kegiatannya. Tampilan fisik bisa jadi berbeda dengan makna yang dibawanya. Bukan sekadar melakukan rutinitas tapi lebih dari itu menghangatkan hadirnya lewat karya sepenuh hati untuk kehidupan.
Kegiatan Bermakna Lainnya
Cerita ini saya dapatkan kala menjadi fasilitator kegiatan alam terbuka di sebuah tempat di Bandung. Ia bercerita begini:
"Alkisah seorang pekerja yang sudah berumur di sebuah hotel berbintang di Singapura. Pekerjaan dia hanya mengecek pintu setiap kamar. Hanya mengecek pintu, itu saja! Ringan, sederhana, tidak butuh banyak keahlian. Tapi bagaimana dia bisa bertahan sampai puluhan tahun di hotel tersebut itulah yang menarik.
Hotel tersebut katakan saja memiliki 7 tingkat setiap tingkatnya ada 10 kamar. Dia bekerja seminggu 7 hari. Dia habiskan satu hari satu tingkat. Jika senin ditingkat paling bawah maka hari minggu dia selesaikan kamar-kamar di tingkat ke-7.
Lalu seorang pengunjung bertanya "Apa yang menyebabkan ia bisa bertahan dengan pekerjaannya?" Ia menjawab "Pekerjaan saya ini sangat penting dan bermakna. Jika saya tidak lakukan sungguh-sungguh kemudian ada pintu yang tidak bisa dibuka saat ada bencana, berapa orang yang terjebak di dalam kamarnya. Pekerjaan saya ini membuat Manager bisa meeting dengan baik. CEO perusahaan yang sedang berlibur bisa pulang ke rumah dengan nyaman. Marketing yang datang dari jauh bisa bertemu klien-nya. Berapa banyak lagi yang bisa mendapatkan manfaatnya dari pekerjaan sederhana saya maka dengan sungguh-sungguh saya kerjakan setiap hari."
0 Response to "Maknai atau Terjebak Rutinitas!"
Posting Komentar