Benarkah (Tidak) Ada Cara Mengajarkan Kreativitas?
"Don't be satisfied with stories, how things have gone with others. Unfold your own myth" (Rumi)
“A creative man is motivated by the desire to achieve, not by the desire to beat others.” (Ayn Rand)
Selama beberapa tahun ini saya konsen dalam pendidikan untuk menumbuhkan kreativitas dalam diri peserta didik. Saking merasa penting, kreativitas ini sudah benar-benar menguasai diri. Buat saya tidak ada yang lebih penting melebihi kreativitas. Segala hal selalu dipikirkan sisi-sisi kreatifnya. Setiap waktu memikirkan metode mengajarkan kreativitas.
Buku-buku teori seputar kreativitas saya kaji secara mendalam. Beberapa yang menarik saya catat kemudian keesokan harinya saya sebarkan kepada siapapun yang hadir di dalam forum bersama para fasilitator maupun pegiat pendidikan lainnya.
Semakin berusaha menciptakan tips-tips kreatif kepada peserta, saya makin kebingungan. Nyatanya dari saran-saran dan contoh praktik yang saya lakukan ternyata tidak mampu mendongkrak kreativitas pada yang lain. Mungkin ada satu dua yang menempel, sisanya mengalir jauh sampai ke laut.Creativity |
Alih-alih mencari tips praktis untuk orang lain, saya justru menemukan cara efektif untuk diri saya sendiri. Kelihatan seperti egois tapi memang demikian adanya. Ya sudah, akhirnya saya lakukan saja teori kreativitas dalam segala hal dari tips berdasarkan referensi orang-orang kreatif.
Siapa sih orang kreatif yang bisa dijadikan referensi? Banyak sekali! Orang kreatif dari Indonesia itu banyak. Untuk ukuran Indonesia yang luas ini sebenarnya secara gen orang Indonesia sudah ada garis kreativitas dari nenek moyangnya. Bayangkan di Indonesia ada banyak sekali budaya, suku bangsa, bahasa, kerajinan, arsitektur, dan masih banyak lagi. Bentuk kreativitas ini tersebar di seluruh pelosok Indonesia dari ujung Barat di Sabang sama ujung Timur, Merauke.
Siapa sih orang kreatif yang bisa dijadikan referensi? Banyak sekali! Orang kreatif dari Indonesia itu banyak. Untuk ukuran Indonesia yang luas ini sebenarnya secara gen orang Indonesia sudah ada garis kreativitas dari nenek moyangnya. Bayangkan di Indonesia ada banyak sekali budaya, suku bangsa, bahasa, kerajinan, arsitektur, dan masih banyak lagi. Bentuk kreativitas ini tersebar di seluruh pelosok Indonesia dari ujung Barat di Sabang sama ujung Timur, Merauke.
Creativity |
Lalu apa referensi buku kreatifitas yang sangat mempengaruhi? Banyak! Tak terkira jumlahnya. Jika anda rajin ke toko buku atau ke perpustakaan di mana pun adanya, referensi karya buku orang-orang kreatif ini tersebar banyak juga. Namun, bolehlah saya rekomendasikan satu buku yang sangat menarik dan menyengat siapa saja yang membacanya. Buku ini ternyata jadi referensi orang-orang kreatif yang ada di Indonesia. Buku ini kecil, singkat, dan padat. Tidak banyak teori dan penjelasan ini itu tapi setiap halamannya sangat jelas.
Judulnya Whatever You Think, Think The Opposite karya Paul Arden. Karya fenomenal yang dicetak di banyak negara ini sangat pantas untuk saya rekomendasikan. Tidak sekadar berisi teori rumit tapi juga berisi semua kekonyolan yang bikin pembaca tertawa. Dari buku ini saya belajar, bahwa kreativitas memang tidak bisa diajarkan lewat teori. Kreatifitas hanya bisa dilakukan. Ini pula yang saya dapatkan dari dua pembedahan buku kala mengikuti bedah buku Medan Kreativitas karya Yasraf Amir Piliang di FSRD ITB. Mereka adalah Tisna Sanjaya dan Yasmin Kartikasari. Tisna Sanjaya waktu itu langsung saja mempraktikkan kreativitas dengan media bumbu sambal, cabe, tomat, bawang, jengkol, dan lainnya.
Judulnya Whatever You Think, Think The Opposite karya Paul Arden. Karya fenomenal yang dicetak di banyak negara ini sangat pantas untuk saya rekomendasikan. Tidak sekadar berisi teori rumit tapi juga berisi semua kekonyolan yang bikin pembaca tertawa. Dari buku ini saya belajar, bahwa kreativitas memang tidak bisa diajarkan lewat teori. Kreatifitas hanya bisa dilakukan. Ini pula yang saya dapatkan dari dua pembedahan buku kala mengikuti bedah buku Medan Kreativitas karya Yasraf Amir Piliang di FSRD ITB. Mereka adalah Tisna Sanjaya dan Yasmin Kartikasari. Tisna Sanjaya waktu itu langsung saja mempraktikkan kreativitas dengan media bumbu sambal, cabe, tomat, bawang, jengkol, dan lainnya.
Tisna Sanjaya saat membedah buku Medan Kreativitas karya Yasraf Amir Piliang di FSRD ITB (iden.web.id) |
Yasmin Kartikasari sedang menyampaikan cerita tentang Medan Kreativitas di FSRD ITB (iden.web.id) |
Demikian juga kala Yasmin Kartikasari seorang pegiat dari komunitas Belajar Arunika Waldorf yang mengajak peserta untuk terlibat merasakan rasa kreativitas lewat gerakan yang sangat menarik.
Iya! Kesimpulan akhir buat saya bahwa kreativitas itu tidak bisa diajarkan. Kreativitas hanya bisa dilakukan. Ketika kreativitas sudah terinternalisasi dalam diri, tanpa harus diajarkan pun ia sudah hidup dalam setiap pikir, rasa, dan gerak langkahnya. Lepas itu, biarkan saja yang ada diluar diri untuk menyerap. Jika memang tertarik melakukan kreativitas, maka ia akan menyerap proses tersebut kemudian menjadikan sebagai napas kesehariannya. Belajar jadi lebih asyik jika disisipkan cita rasa kreatif dalam setiap embusannya. Ini pula yang membuat saya sangat terinspirasi oleh pendekatan pendidikan semacam Waldorf yang dikembangkan oleh Rudolf Steiner.
Namun sayangnya sering kali kreativitas dibatasi oleh paksaan" yg menggiringnya
BalasHapusBukanya kreativitas juga ditentukan oleh kondisi juga ya. Saya tahu orang yang di bidang seni (di luar kantor) kreatif banget, tapi di kantor cuma pelaksana pasif yang nggak pernah minat mempelajar sistem baru. Mungkin kreativitas juga dipengaruhi oleh minat?
BalasHapuspengalaman pribadi nih, kalo dari kecil biasa kekurangan ( relatif ya ) kita tuh akan tumbuh jadi manusia yang kreatf. Setidaknya kitajadi cepat tanggap mencari alternatif menyelesaikan masalah yang kita hadapi .
BalasHapusKreativitas memang harus diasah, ya.
BalasHapus