Menanam Dengan Cinta
“This is love: to fly toward a secret sky, to cause a hundred veils to fall each moment. First to let go of life. Finally, to take a step without feet.” (Rumi)
Menanam dengan Cinta
Tak ada kebahagian yang lain kala melihat tunas-tunas baru muncul. Segala rintangan dan hambatan yang menimpa di kegelapan menjadi tantangan untuk terus tumbuh ke atas. Menggapai cahaya dengan nalar, rasa, dan karsa. Harapan saja tidak cukup, butuh kekuatan pikir, cinta, dan tekad untuk tumbuh dan berkembang kemudian menyebar kebaikan pada yang lain.
Kalau masa kecil anak-anak selalu bikin orang dewasa senang maka melihat tumbuhan kecil juga tak kalah bikin senang. Ia menggemaskan, ia lucu, ia nakal, ia menarik, ia asyik, dan segala hal yang terasa pada tumbuhan kala masih kecil.
Masih lucu-lucunya, daunnya masih kecil, tubuhnya masih rapuh, ukurannya masih seperti anak-anak.
Seperti butuh perhatian kalau dikunjungi. Melambai-lambai seperti mengajak bermain.
Oh ya Tuhaan! Betapa tanaman kecil ini membuat saya tersipu-sipu, tersenyum, sumringah, dan tentu saja bersyukur.
Lewat matahari yang menyinarinya dengan tulus, air hujan yang menyiraminya dengan kasih, dan tanah yang mendekapnya dengan hangat.
Kamu tumbuh dengan baik ya! Berikan ketulusanmu, kebaikanmu lewat udara yang kau olah menjadi oksigen segar serta kelak lewat buahmu yang membuat kami para manusia kuat menjalani kehidupan di dunia ini.
Sebentuk terima kasih ini dipersembahkan dengan segala penghormatan dan syukur atas semua karunia Tuhan!
Kini ia tumbuh dengan cepat!
Anggap saja seperti usia remaja kecil atau anak SD kelas 6 yang sebentar lagi masuk SMP. Masih kecil tapi batang dan daunnya udah mulai kelihatan besar.
Sudah cukup dilepas saja, biarkan ia tumbuh dengan baik sebagaimana semesta sudah mengaturkan sedemikian rupa hingga sempurna untuk menjadi dirinya sendiri.
Kita tak ada kuasa membentuknya sesuai keinginan kita. Semakin keukeuh membentuk semakin besar penolakan yang akan muncul. Selain tidak baik buat dia, tidak baik juga buat diri kita. Fokus saja pada perkembangan diri sendiri sembari terus belajar mengamati pesan-pesan yang datang dari spiritual world.
Oh betapa senangnya hati ini. Cukup kesenangan melihat ia tumbuh yang bikin hati ini bahagia.
Menanam dengan Cinta
Tak ada kebahagian yang lain kala melihat tunas-tunas baru muncul. Segala rintangan dan hambatan yang menimpa di kegelapan menjadi tantangan untuk terus tumbuh ke atas. Menggapai cahaya dengan nalar, rasa, dan karsa. Harapan saja tidak cukup, butuh kekuatan pikir, cinta, dan tekad untuk tumbuh dan berkembang kemudian menyebar kebaikan pada yang lain.
Menanam dengan cinta (iden.web.id) |
Masih lucu-lucunya, daunnya masih kecil, tubuhnya masih rapuh, ukurannya masih seperti anak-anak.
Seperti butuh perhatian kalau dikunjungi. Melambai-lambai seperti mengajak bermain.
Oh ya Tuhaan! Betapa tanaman kecil ini membuat saya tersipu-sipu, tersenyum, sumringah, dan tentu saja bersyukur.
Menanam dengan cinta (iden.web.id) |
Kamu tumbuh dengan baik ya! Berikan ketulusanmu, kebaikanmu lewat udara yang kau olah menjadi oksigen segar serta kelak lewat buahmu yang membuat kami para manusia kuat menjalani kehidupan di dunia ini.
Sebentuk terima kasih ini dipersembahkan dengan segala penghormatan dan syukur atas semua karunia Tuhan!
Menanam dengan cinta (iden.web.id) |
Anggap saja seperti usia remaja kecil atau anak SD kelas 6 yang sebentar lagi masuk SMP. Masih kecil tapi batang dan daunnya udah mulai kelihatan besar.
Sudah cukup dilepas saja, biarkan ia tumbuh dengan baik sebagaimana semesta sudah mengaturkan sedemikian rupa hingga sempurna untuk menjadi dirinya sendiri.
Kita tak ada kuasa membentuknya sesuai keinginan kita. Semakin keukeuh membentuk semakin besar penolakan yang akan muncul. Selain tidak baik buat dia, tidak baik juga buat diri kita. Fokus saja pada perkembangan diri sendiri sembari terus belajar mengamati pesan-pesan yang datang dari spiritual world.
Oh betapa senangnya hati ini. Cukup kesenangan melihat ia tumbuh yang bikin hati ini bahagia.
0 Response to "Menanam Dengan Cinta"
Posting Komentar