Membaca Buku dan Manusia Menjadi Tuhan
"Apabila hamba-Ku bertanya tentang Aku, katakan bahwasanya aku ini dekat" (Q.S 2: 186)
"Lebih dekat kepada manusia daripada urat nadi lehernya (Q.S 56:85)
Buku yang saya pegang dalam gambar di bawah adalah buku fenomenal untuk ukuran saya pada saat itu. Berkumpul dengan komunitas yang suka baca buku membuat minat baca saya semakin meningkat. Perkumpulan yang seolah mengharuskan saya membaca buku itu sebenarnya perkumpulan tempat orang-orang yang suka menulis. Secara otomatis, jika ingin menulis lancar maka pembendaharaan bacaan juga harus ditingkatkan.
Buat saya menulis selalu beriringan dengan membaca. Membaca sama dengan menulis dan menulis sama dengan membaca. Menulis setelah membaca akan melengkapi hal yang sudah diketahui sebelumnya. Menulis membuat hal yang kita baca menjadi semakin tertanam di dalam diri kita. Menulis kata para ulama, adalah sebentuk upaya meniru sifat abadi Tuhan. Dengan menulis, kita abadi. Pemikiran kita akan terus hidup sekalipun kita sudah tiada.
Saya kagum kepada para ulama yang menulis kitab-kitab yang sampai sekarang terus menjadi kajian penting di beberapa tempat. Tulisan mereka benar-benar hasil kajian pada saat itu yang bisa dinikmati sampai hari ini. Kajian mereka menjadi dasar untuk melakukan penelitian di masa sekarang. Ulama, ilmuan, peneliti, para sufi dan penulis yang terkenal lainnya seperti Al Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Al Farabi, Jalaluddin Rumi, dan masih banyak lagi masih terus bernyala hingga saat ini. Siapa yang menghidupkannya kalau bukan mereka yang terus membaca karya-karyanya.
Sekilas Buku Manusia Menjadi Tuhan
Saya tidak mau meneruskan cerita tentang para ulama, penulis, sufi dan ahli kitab lainnya di masa lalu karena tidak akan cukup dalam satu kali helaan nafas. Di sini saya mau menuliskan tentang buku fenomenal Manusia menjadi Tuhan. Usaha manusia untuk sampai pada derajat yang paling tinggi (derajat ketuhanan) terus dilakukan dalam sejarah. Mungkin usaha ini cocok kita sebut sebagai sebuah sejarah pencarian Tuhan. Mulai dari Adam, sampai manusia terakhir yang nanti menghuni dunia.
Terusirnya Adam dari Surga
Diusirnya Adam dari surga merupakan petaka awal bagi kehidupan manusia, juga merupakan sejarah awal bagi manusia. Bayangkan, jika Adam dan Hawa tidak diusir dari surga, mungkin kita akan berada di sana, menikmati surga, yang di dalamnya terdapat sungai susu, sungai arak, juga bidadari-bidadari yang katanya cantik mempesona. Begitulah kiranya Erich Fromm menceritakan gagasannya dalam buku yang berjudul Manusia Menjadi Tuhan: Pergumulan antara Tuhan Sejarah dan Tuhan Alam.
Fromm mengatakan dalam bukunya bahwa diusirnya Adam dan Hawa dari surga merupakan sebuah ketakutan Tuhan. Ketakutan adanya saingan, Tuhan takut manusia akan menjadi Tuhan. Karena konon menurut cerita, Adam memakan buah kehidupan yang dapat membuatnya kekal, sehingga hal itulah yang menjadi ketakutan bagi Tuhan menurut Fromm.
Setelah berabad-abad manusia hidup, mereka terus mencari siapa sebenarnya yang mereka katakan sebagai Tuhan. Siapa yang menjadi penolong mereka, siapa yang lebih besar dan kuasa dari mereka. Dari proses pencarian inilah yang menyebabkan konsep mengenai Tuhan selalu berubah-ubah dari zaman ke zaman.
Seperti halnya kata “sayang”, yang diucapkan seorang anak kecil kepada ibunya tentu berbeda maknanya dengan kata sayang yang diungkapkan oleh orang dewasa (entah kepada kekasihnya atau kepada orang lain).
Perbedaan masa waktu juga yang selalu membuat Tuhan untuk menampakkan sosok yang berbeda. Dia bisa menjadi Tuhan Yang Mahakuasa Tak Terbantahkan, namun bisa pula menjadi Tuhan Yang Maha Pemurah.
Hal ihwal ini terjadi saat Adam memakan buah dari pohon kehidupan. Bagaimana Tuhan menampakkan sifatnya sebagai yang kuasa, kuat, dan tak kenal kompromi. Tuhan marah besar sehingga Adam yang Ia muliakan diusir dari surga oleh Dia sendiri.
Nah, menarik bukan? Silakan kaji lebih dalam tentang bagaimana Manusia menjadi Tuhan ini. Di era sekarang yang semakin marak kekerasan atas nama agama, kita jadi berpikir jangan-jangan sudah banyak orang yang merasa sudah menjadi Tuhan sehingga ia merasa punya kuasa atas yang lain? Wallahualam.
0 Response to "Membaca Buku dan Manusia Menjadi Tuhan"
Posting Komentar