Arsitektur, Rudolf Steiner, dan Sekolah Arunika Waldorf
"When we project the specific organization of the human body into the space outside it, then we have architecture."
(Rudolf Steiner)
Studi group Kamis yang lalu menghadirkan tema spesial yang dibawakan oleh tiga orang mahasiswa Arsitektur Universitas Parahyangan. Topiknya sangat bagus yaitu Arsitektur dan Rudolf Steiner. Mereka mengaitkan antara pendekatan antroposofi dengan perkembangan arsitektur. Melihat bagaimana pengaruh teori Rudolf Steiner dalam arsitektur.
Setelah sebelumnya dalam beberapa bulan yang lalu, teori Rudolf Steiner dalam bidang pertanian yang kemudian berkembang menjadi Biodynamic. Gerakan Biodynamic ini secara perlahan mulai dikenal di Indonesia. Beberapa daerah mulai tertarik melakukan pertanian dengan menerapkan pendekatan Biodynamic ini. Pada satu kesempatan, Sekolah Arunika Waldorf pernah mengadakan mini workshop Biodynamic dengan beberapa penggerak yang sudah melakukan praktik Biodynamic di tempatnya.
Arsitektur! Ini yang penting dan tidak kalah menarik dengan bidang lainnya. Di awal semester kedua, Horst Hellman, guru antroposofi kami dari Jerman pernah memberikan kuliah umum di departemen arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia. Saat itu ia bawakan tentang bagaimana arsitektur mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan manusia. Fokus yang dibahas salah satunya adalah 12 senses of human being.
Nah, Kamis yang lalu dalam agenda rutin studi group sisi lain arsitektur ini kembali dibahas. Tiga orang mahasiswa Arsitektur Universitas Parahyangan membawakan materi dengan asyik. Mereka memaparkan bagaimana teori-teori dalam arsitektur yang jika ditarik garis besar memiliki kesamaan dengan konsep yang diusung oleh Rudolf Steiner. Misalnya three fold of human. Bagaimana thinking, feeling, dan willing menjadi sangat mendasar.
Teori Goethe tentang all is leaf juga sangat menarik disampaikan. Semua bentuk mencari kesempurnaan namun semakin mencari kesempurnaan semakin kita akan menemukan sisi lainnya yang juga mencari bentuk sempurna. Tak ada yang abadi. Kalau diandaikan dengan perkembangan manusia, ini sama saja dengan seorang anak TK yang melihat bentuk ideal anak SD. Anak SD melihat bentuk ideal anak SMP, demikian seterusnya dan setelah besar bisa jadi melihat bentuk sempurna itu kembali ke anak-anak.
Sementara dalam teori Rudolf Steiner, Seed is the future plant. Semua memiliki dan membawa potensi masa depan yang terus ia kembangkan sampai memiliki bentuk ideal. Benih ini seperti juga halnya dalam satu teori perkembangan manusia, seorang anak perempuan yang dikandung ibunya itu sudah membawa calon anaknya. Dan demikian seterusnya dari anaknya juga sudah terkandung calon keturunan lainnya.
Salah satu bahasan menarik adalah tentang bagaimana kajian seorang pembahas, Dwita, yang melakukan observasi pada dua bangunan di Sekolah Arunika Waldorf. Ia menelaah bahwa bangunan TK itu layaknya benih yang harus terlindungi. Ruangan dalam yang sejuk, bentuk yang menyerupai benih, tertutup dari luar, cahaya masuk tidak banuaky, terlindungi dari segala yang ada dari luar. Ibarat seorang ibu yang melindungi anaknya. Hangat dan aman untuk anak-anak bergiat di dalam maupun di luar ruangan.
Di luar ruangan, sebuah saung dari bambu berdiri kokoh. Di depannya sebuah lapangan dengan harus melewati tanjakan terlebih dahulu dan beberapa undah tangga melengkung membentuk Amphitheater yang asyik untuk melakukan aktivitas luar. Layaknya saung di tempat bekerja yang harus bisa melindungi dari panas dan menjadi tempat istirahat jika lelah bergiat di luar. Bangunan dengan material bambu ini tampak kokoh dari luar dan dalam. Perkasa secara struktur. Ditopang oleh bambu dengan diameter yang besar. Kurang lebih 20-25 cm. Ini seperti seorang bapak yang bekerja untuk kehidupan.
Tentang material ini, seorang pembahas menyampaikan bagaimana kejujuran material itu penting. Ia menunjukan bagaimana di Gotheanum awal ada 7 pilar dengan jenis kayu yang disesuaikan dengan pengaruh planet. Ini sangat menarik. Kejujuran material ini adalah hal yang sangat menantang sekarang. Saat material yang disediakan oleh alam malah menjadi lebih mahal dibandingkan dengan material sintetis. Lebih parah lagi material sintetis ini banyak yang dimanipulasi seolah-olah material alami dan harganya sama dengan material alami.
Seorang peserta diskusi menyampaikan kesannya pada salah satu bangunan di Sekolah Arunika Waldorf, ketika ia masuk ke dalam ruangan kelas itu terasa seperti terlindungi tapi tidak terisolasi. Kontras dengan bangunan sekolah pada umumnya yang seperti terisolasi ketika berada dalam ruangan kelasnya.
Masih banyak sekali bahasan menarik. Saya coba akan bagi tulisan ini ke dalam beberapa seri. Nantikan saja bahasan selanjutnya!
0 Response to "Arsitektur, Rudolf Steiner, dan Sekolah Arunika Waldorf"
Posting Komentar