Bedanya Mendidik Dan Mengajar
Arunika Waldorf,
John Dewey,
Pendidikan Alternatif,
Pendidikan Holistik,
Pendidikan Indonesia,
Pendidikan Kreatif,
Pendidikan Waldorf,
Pengalaman,
Rudolf Steiner,
Spiritualisme
“The need for imagination, a sense of truth and a feeling of responsibility these are the three forces which are the very nerve of education” (Rudolf Steiner)
"Pendidikan bukanlah persiapan untuk menghadapi kehidupan, pendidikan adalah kehidupan itu sendiri -John Dewey-
Seorang kawan diskusi saya mengatakan ia kangen dengan kata mendidik. Di tengah kondisi pandemi covid-19, pendidikan seperti berada di titik nadir. Semua kembali merumuskan makna pendidikan karena sekolah tidak ada. Keberadaan sekolah sejenak menjadi hilang dalam ritme kehidupan ini. Saya membayangkan inilah masa zaman dulu. Pendidikan kembali ke rumah dan orang tua menjadi aktor utama dibalik pendidikan anak-anaknya. Sekolah boleh tiada namun pemelajaran tetap harus ada. Maka diadakanlah pembelajaran jarak jauh oleh para guru. Nah, dari sini kemudian lahir pertanyaan, apakah ini termasuk pendidikan atau pengajaran, apa bedanya mendidik dengan mengajar?
Bagi saya, ini adalah pertanyaan mendasar yang tidak bisa dijawab secara spontanitas. Ada anggapan bahwa pendidikan dan pengajaran adalah sama saja. Kenyataannya kedua hal tersebut memiliki pengertian mendasar yang berbeda, serta kajian-kajian referensi yang mendalam untuk mengetahui lebih dalam tentang perbedaan antara mendidik dan mengajar.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh instingnya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Mendidik
Kita awali dengan mendidik menurut beberapa tokoh pendidikan. Rudolf Steiner, yang menjadi sosok dibalik konsep pendidikan waldorf, tujuan pendidikan yaitu menghasilkan individu yang mampu, dalam diri dan dari diri mereka sendiri, memberi makna bagi kehidupan mereka. Selain itu mengembangkan potensi diri yang optimal dan mampu partisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidik waldorf diharapkan untuk mampu memahami dirinya, memahami peserta didik, dan memahami dunia. Peserta didik dikelompokkan dalam tiga periode kehidupan. Isi pendidikan yang diberikan kepada peserta didik mencakup pendidikan moral dan religius, kegiatan artistik, bahasa, euritmik, menggambar, menulis dan membaca, ilmu pengetahuan alam, sejarah dan geografi, serta pengetahuan tentang praktek kehidupan. Alat pendidikan yang digunakan yaitu cinta dan kasih sayang, teladan, otoritas natural, serta pendekatan artistik.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya. Pendidikan budi pekerti harus mempergunakan syarat-syarat yang selaras dengan jiwa kebangsaan yang beralaskan garis-garis hidup dari bangsanya (cultureel - National) dan ditujukan untuk perikehidupan (maatscheppelijk) yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.
Sementara menurut Paulo Freire, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia, sedangkan John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah proses yang dilakukan agar ada perubahan dalam masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah sebuah proses transfer dan pencarian nilai yang terjadi dilevel individu maupun masyarakat yang mengarah kepada perubahan kondisi ke arah yang lebih baik. Maka sejatinya pendidikan adalah juga proses pembebasan manusia, karena telah begitu banyak penindasan terjadi di antara manusia.
Mengajar
Mari kita tinjau proses selanjutnya yakni mengajar. Mengajar merupakan kegiatan teknis keseharian seorang guru. Semua persiapan guru untuk mengajar bersifat teknis. Hasilnya juga dapat diukur dengan instrumen perubahan perilaku yang bersifat verbalistis. Tidak seluruh pendidikan adalah pembelajaran, sebaliknya tidak semua pembelajaran adalah pendidikan. Perbedaan antara mendidik dan mengajar sangat tipis, secara sederhana dapat dikatakan mengajar yang baik adalah mendidik. Dengan kata lain mendidik dapat menggunakan proses mengajar sebagai sarana untuk mencapai hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan pendidikan
Mendidik lebih bersifat kegiatan berkerangka jangka menengah atau jangka panjang. Hasil pendidikan tidak dapat dilihat dalam waktu dekat atau secara instan. Pendidikan merupakan kegiatan integratif olah pikir, olah rasa, dan olah karsa yang bersinergi dengan perkembangan tingkat penalaran peserta didik.
Mengajar yang diikuti oleh kegiatan belajar-mengajar secara bersinergi sehingga materi yang disampaikan dapat meningkatkan wawasan keilmuwan, tumbuhnya keterampilan dan menghasilkan peru bahan sikap mental/kepribadian, sesuai dengan nilai-nilai absolute dan nilai-nilai nisbi yang berlaku di lingkungan masyarakat dan bangsa bagi anak didik adalah kegiatan mendidik. Mendidik bobotnya adalah pembentukan sikap mental/kepribadian bagi anak didik , sedang mengajar bobotnya adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia pada semua usia. Contoh seorang guru matematika mengajarkan kepada anak pintar menghitung, tapi anak tersebut tidak penuh perhitungan dalam segala tindakannya, maka kegiatan guru tersebut baru sebatas mengajar belum mendidik.
Tidak setiap guru mampu mendidik walaupun ia pandai mengajar, untuk menjadi pendidik guru tidak cukup menguasai materi dan keterampilan mengajar saja, tetapi perlu memahami dasar-dasar agama dan norma-norma dalam masyarakat, sehingga guru dalam pembelajaran mampu menghubungkan materi yang disampaikannya dengan sikap dan keperibadiaan yang harus tumbuh sesuai dengan ajaran agama dan norma-norma dalam masyarakat. Jadi, jika hasil pengajaran dapat dilihat dalam waktu singkat atau paling lama tiga tahun, keluaran pendidikan tidak dapat dilihat sebagai satu hasil yang segmentatif. Hasil pendidikan tercermin dalam sikap, sifat, perilaku, tindakan, gaya menalar, gaya merespons, dan corak pengambilan keputusan peserta didik atas suatu perkara.
Mendidik yang dikatakan oleh sebagian orang juga sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengerian bahwa mendidik bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi penolong bagi umat manusia. Sementara mengajar hanya pada tataran transfer of knowledge. Lalu untuk menjawab apakah sekarang di era pandemi covid-19 ini masuk kategori mendidik atau mengajar? Dengan prasyarat mendidik atau mengajar yang demikian, maka jawaban dikembalikan kepada semua guru pengampu. Teknologi bisa menjadi alat pengajaran namun untuk mentransfer value sebagaimana tujuan pendidikan masih jauh panggang dari api. Sebagai alat pengajaran jarak jauh, teknologi sekarang bisa menggantikan guru dalam menyampaikan materi pemelajaran. Pendidikan tetap ada dalam jiwa-jiwa gurunya yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.
Teknologi mempunya keterbatasan salah satunya tak bisa mengajarkan keteladanan. Sementara dalam pendidikan, keteladanan guru adalah salah satu ruh yang menjadi tonggak pendidikan bagi seorang anak didik. Keteladanan adalah sikap terpuji yang semestinya melekat pada semua guru. Jadi, dengan demikian, setiap guru seharusnya menjadi model untuk mendorong pembentukan sikap terpuji peserta didik.Disinilah tugas guru bukan sekadar mengajar yang sangat teknis, melainkan mendidik untuk membentuk insan generasi muda yang berperilaku mulia, baik, jujur serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa didiknya. (Diolah dari berbagai sumber)
0 Response to "Bedanya Mendidik Dan Mengajar "
Posting Komentar