Kuasa, Intrik, dan Nafsu di Ladang Binatang
“I could show you this in his own writing, if you were able to read it” (Orwell 56).
Saat kau berada di depan, yang di belakangmu akan mengikutimu kemanapun kau pergi, tapi jika sesuatu yang buruk terjadi, kau yang pertama yang akan merasakan dampaknya. Saat kau berada di belakang, kemungkinanmu untuk menyelamatkan diri jauh lebih besar jika sesuatu yang buruk terjadi, tapi selama kau berada di belakang hidupmu akan tersiksa karena kau harus selalu mengikuti yang berada di barisan terdepan.
Jadilah yang berada diantara mereka, jadikan yang di depanmu sebagai tameng dan yang di belakangmu sebagai senjata. Buatlah dirimu tak terlihat maka kau tak akan tersentuh.
Tidak ada pilihan dalam kehidupan ini selain berada di depan atau berada di belakang. Menjadi pemimpin yang siap dijatuhkan atau menjadi pengikut yang tidak bisa apa-apa selain patuh kepada pemimpinnya. Itulah gambaran sedikit tentang cerita pementasan teater manusia lewat bintang dari buku yang berjudul Ladang Binatang dari karya George Orwell.
Binatang sebagaimana fabel pada umumnya selalu dijadikan sebagai bahan penggambaran sisi-sisi manusia. Cara yang sudah digunakan sejak lama untuk mendidik tanpa menyinggung sisi kemanusiaan. Bukan sekadar mendidik namun lebih dari itu kadang menceramahi dengan keras dari satu manusia kepada manusia lainnya yang patut untuk diceramahi.
Animal Farm (Photo by Shraddha Agrawal on Unsplash) |
Dalam cerita Ladang Binatang, dikisahkan para binatang peliharaan manusia yang memberontak, menuntut kemerdekaannya. Sekali lagi, binatang di dalam cerita Ladang Binatang bukan sekadar binatang. Mereka adalah binatang yang tahu pentingnya berserikat, berkumpul, berkehendak,, mengorganisir kelompoknya. Mereka ada di sekitar kita. Lewat binatang yang hadir dalam tiap adegan, kenyataanya itu hanyalah sebuah sindiran untuk manusia.
Sejatinya binatang yang ada dalam kisah tersebut adalah manusia-manusia yang sesungguhnya. Ketika kemerdekaan sudah berhasil diraih selanjutnya adalah rebutan kekuasaan untuk memegang kendali siapapun yang ada di dalam pengaruhnya. Persis seperti Napoleon yang merebut kekuasaan dari Snowball. Sosok seperti yang digambarkan Napoleon banyak bertebaran di sekitar kita. Tidak bekerja keras tapi teriak lantang ketika berhasil meraih sesuatu. “Akulah pemimpin kalian, karena aku kalian bisa merdeka” selanjutnya sedikit demi sedikit beralih dan menggulingkan kekuasaan baru.
Anjing! Jangan lupakan perannya dalam cerita itu dan kehidupan manusia pada umumnya. Anjing penjaga kekuasaan akan selalu melindungi majikannya. Ia dipelihara sedemikian rupa untuk melanggengkan kekuasaan. Siapapun yang berteriak akan dilawan dan digonggongnya sampai ketakutan melawan. “Sini kau, anjing!” adalah kata yang paling menarik untuk disimak dan enak didengar setidaknya mendengar anjing sebagai binatang atau sebutan kasar untuk orang lain.
Snowball, Napoleon dan anjingnya ternyata bukan siapa-siapa karena salah satu aktor terbesar dibalik keduanya adalah seekor keledai dan burung gagak! Mereka berdualah dalang yang mengendalikan semua binatang. Memecah belah kedua pihak kemudian mengadukannya agar terjadi kekacauan. Jangan lupakan Keledai tua tersebut ada dalam lingkungan terdekat kita. Mereka yang mengendalikan kekuasaan untuk kepentingannya. Sementara burung gagak! Ia yang mengawasimu setiap saat. Gerak-gerik kita di mana pun, kapan pun akan terus diawasi olehnya.
Siapa yang berkuasa untuk menjajah orang lain, siapa yang memiliki intrik dan nafsu kekuasaan sebenarnya sangat sulit ditentukan dalam kehidupan nyata tapi itulah kenyataan yang terjadi. Ada kekuasaan yang menjerat siapapun yang mau terjun dalam lingkaran setan. Ada intrik untuk saling mengalahkan dan melanggengkan kekuasaan atas kekuasaan lainnya dan ada nafsu yang akan terus mendorong siapapun agar tidak merdeka. Merdeka hanya menjadi angan-angan saja karena tidak ada satupun yang berhasil membangun kemerdekaan sejati. Merdeka, mulai saja dari dirimu!
0 Response to "Kuasa, Intrik, dan Nafsu di Ladang Binatang"
Posting Komentar